Macam-macam Budaya di Yogyakarta
a. Upacara
Sekaten
Acara
ini merupakan acara tradisi jawa dalam memperingati hari lahir Nabi Muhammad
SAW. Masyarakat Yogya beranggapan apabila ikut serta dalam peringatan ini akan
mendapat imbalan dari Yang Maha Kuasa yaitu awet muda, dan sebagai “Srono” atau
syaratnya, mereka harus mengunyah sirih di halaman Masjid Agung dari awal acara
dimulai.
Pada hari pertama, upacara diawali saat malam hari dengan
iring-iringan abdi dalem (punggawa kraton) bersama-sama dengan
dua set gamelan Jawa Kyai Nogowilogo dan Kyai Gunturmadu.
Iring-iringan ini bermula dari pendapa Ponconiti menuju masjid Agung di Alun-alun
Utara dengan dikawal oleh prajurit Kraton. Kyai
Nogowilogo akan menempati sisi utara dari Masjid Agung, sementara Kyai Gunturmadu akan berada di
Pagongan sebelah selatan masjid. Kedua set gamelan ini akan dimainkan secara
bersamaan sampai dengan tanggal 11 bulan Mulud, selama 7 hari berturut-turut.
Pada malam hari terakhir, kedua gamelan ini akan dibawa pulang ke dalam Kraton.
b.Grebeg
Muludan
Acara puncak peringatan Sekaten ini ditandai dengan Grebeg
Muludan yang diadakan pada tanggal 12 (persis di hari ulang tahun
Nabi Muhammad SAW) mulai jam 08.00 hingga
10.00 WIB. Dengan dikawal oleh 10 macam bregada (kompi) prajurit Kraton: Wirabraja,
Dhaheng, Patangpuluh, Jagakarya, Prawiratama, Nyutra, Ketanggung, Mantrijero,
Surakarsa, dan Bugis. Sebuah gunungan yang terbuat dari
beras ketan, makanan, dan buah-buahan serta sayur-sayuan akan dibawa dari
istana Kemandungan melewati Sitihinggil dan Pagelaran menuju masjid Agung.
Setelah didoakan, gunungan yang melambangkan kesejahteraan kerajaan Mataram ini
dibagikan kepada masyarakat yang menganggap bahwa bagian dari gunungan ini akan
membawa berkah bagi mereka. Bagian gunungan yang dianggap sakral ini akan
dibawa pulang dan ditanam di sawah/ladang agar sawah mereka menjadi subur dan
bebas dari segala macam bencana dan malapetaka.
c .Numplak
Wajik
Dua hari sebelum acara Grebeg Muludan, suatu
upacara Numplak Wajik diadakan di halaman istana Magangan pada jam 16.00. Upacara ini
berupa kotekan atau permainan lagu dengan memakai
kentongan, lumpang (alat untuk menumbuk padi), dan semacamnya
yang menandai awal dari pembuatan gunungan yang akan diarak pada saat
acara Grebeg Muludan nantinya. Lagu-lagu yang dimainkan dalam
acara Numplak Wajik ini adalah lagu Jawa populer seperti: Lompong Keli, Tundhung
Setan, Owal awil, atau lagu-lagu rakyat lainnya.
d.Upacara
Labuhan
Yang dimaksud Upacara Labuhan (Laut),yaittu upacara melempar
sesaji dan benda-benda Kraton kelaut untuk di persembahkan kepada Kanjeng Ratu
Kidul. Upacara tradisional Labuhan bermula sejak jaman Panembahan Senopati di
mataram Kotagede.Upacara tersebut sebagai ungkapan rasa syukur atas
keberhasilanya dalam memimpin Kerajaan Mataram Kota gede,yang masih tetap
dilestarikan oleh para raja-raja Kesultanan Yogyakarta.
Benda-benda
pokok yang dilabuh
·
Sinjang
(kain panjang) Limar
·
Sinjang
Cangkring
·
Sumekan
( kain penutup dada)
·
Sumekan
solok
·
Sumekan
gadhung mlathi
·
Sumekan
gadhung
·
Sumekan
udaraga
·
Sumekan
jingga
·
Sumekan
bangun Tulak
·
“Wangkidan”
kuluk kaniraga
·
Wangkidan
pethak / putih
·
Songsong
gilap
·
Gelaran
pasir kesasaban mori
·
“Selo”
(kemenyan) dan konyoh (param)
·
“Arta”
(uang) tindih Rp. 8,33
e.Upacara Siraman Pusaka
Upacara Siraman Pusaka ini
dilakukan setiap Selasa atau Jumat kliwon pada bulan Jawa Sura, keraton
mengadakan acara ini untuk membersihkan benda-benda keramat milik keraton serta
kereta-kereta istana. Sedangkan pada hari Jumat kliwon di makam raja-raja di
daerah Imogiri dilakukan upacara pengurasan dan pencucian air dalam guci-guci atau
jambangan yang disebut Enceh. Konon, menurut masyarakat Jawa apabila meminum
air ini akan jauh dari malapetaka atau marabahaya, dihindrakan dari penyakit,
serta awet muda.
No comments:
Post a Comment